Wednesday, March 29, 2006

Surabaya: "Horor" Kamar 1425

Image hosting by PhotobucketKe Surabaya awal Maret lalu, mengisi satu sesi training buat para DC di 8 provinsi. Materinya: How to Organize Event. Meski singkat, lumayanlah. Para DC juga semangat-semangat.

Di Surabaya, saya enggan ke mana-mana. Terbetik keinginan menelpon Mas Yoyok, kakak ipar saya yang bekerja di kota ini. Tetapi, ah, tidak usahlah, kasihan nanti malah mengganggu. Jadi, saya hanya keluar makan malam ke Tunjungan Plaza, yang bersebelahan dengan Hotel Sheraton tempat menginap. Tempat mangkal biasa, ya di Warung Jawa Timur di lantai 5. Biasanya saya selalu pesan Soto Ambengan dan es cendol. Plus, mie goreng untuk camilan di kamar.

Ngomong-ngomong, saya harus ceritakan kisah “horor” kamar 1425, yang bersebelahan dengan kamar 1424 tempat saya menginap. Dua kamar ini sebenarnya ada connecting door-nya, yang terkunci rapat. Nah, di malam pertama saya menginap, awalnya tidak ada apa-apa. Tetapi tiba-tiba, pukul 04.05 pagi-pagi buta, saya mendengar suara-suara aneh di kamar sebelah. Cukup kedengaran, karena pintu terbuat dari kayu, sehingga suara masih tembus.

Jangan takut dulu, suara-suara aneh itu bukan suara lengkingan ala kuntilanak atau tangisan wanita atau bayi misterius. Suara itu tak lain suara lenguhan perempuan dan lelaki yang sedang ehm.. ehm…. tau kan apa yang kumaksud…. Plus suara-suara keributan ala film BF yang biasa dijajakan di Glodok, hehehe…

Antara kesal, bingung, nggak percaya, penasaran (dan… tentu campur tergoda dong, kwak kwak kwak…..) saya coba “menyimak dengan penuh kekhusyukan” suara-suara itu (kok ya sempat-sempatnya ya?). Beneran lho, dan itu berlangsung hingga pukul 05.00, dengan beberapa jeda antar babak :P

Si penghuni kayaknya nggak sadar kalau kegiatan “extra kurikuler” mereka bisa terdengar oleh penghuni lain seperti saya. Dan, ya Tuhan, apa yang bisa saya lakukan dengan mendengar suara-suara di kamar tetangga seperti itu? Paling-paling dengan terpaksa saya setel acara Kuliah Subuh di sebuah stasiun TV Swasta. Yah, setidaknya ini bisa menurunkan ‘tensi’ kedua belah pihak, baik kamar sebelah maupun saya sendiri, huahahahaha…….

What an unforgetable experience…. (ah)

Monday, March 27, 2006

Cari Wangsit II: Medan, Kabanjahe

Pulang dari Makassar, cuma sempat nginap semalam di rumah. Esok harinya, Sabtu, sudah terbang lagi ke Medan. Rencananya mengikuti lokakarya bidang pendidikan di Kabanjahe, Karo. Kesempatan mampir ke my home sweet home di Karangsari, dan tentu saja bertemu my beloved mom. Hotel tetap di-booking, tapi sedetik pun tidak pernah ditempati, hahaha.

Image hosting by Photobucket
Gambar kiri: Pemandangan sekitar dari Mikie Holiday di pagi hari

Sampai rumah, sudah pasti semua kaget, terutama my mom. Tetapi beliau sekaligus juga girang luar biasa. Yah, kapan lagi sempat mampir kalau bukan pas sedang tugas, atau sengaja cuti lebaran. Meski cuma bermalam, karena esok paginya langsung cabut ke kantor regional Medan, rasanya cukuplah untuk menggembirakan orang tua.

Lebih setengah harian di kantor, lalu kami jalan ke Brastagi. Tempat menginap kami ini lumayan funky, bergaya minimalis. Namanya Hotel Mikie Holiday. Kalau lihat konsep hotelnya, mirip-mirip dengan Hotel Harris di bilangan Tebet.

Image hosting by PhotobucketAcara dua hari berlangsung lancar. Sempat membantu membuatkan siaran pers buat media lokal, sekaligus ambil dokumentasi foto. Eh, saya dapat foto yang lumayan bagus lho, dari sisi fotografi (setidaknya menurut diri sendiri). Angle-nya ada di depan Gedung Zentrum GBKP(?). Kalau lihat sudutnya, tampaknya sih biasa-biasa saja. Hanya, langit kebetulan lagi bagus-bagusnya. Plus, karakter jajaran pohon kering yang dijepret lumayan bagus. Hasilnya ya seperti yang ditampilkan di halaman ini. Bagaimana menurut Anda?

Siang hari, bersama rekan-rekan lain mencoba makan siang di luar, tepatnya di Warung Muslim di dekat Kantor Pemda (Bappeda). Ini rekomendasi Saruhum, DC Karo yang jadi guide dadakan kami. Gulai arsiknya memang “mantap kali” (pinjam omongan “Benu Buloe” di Trans TV). Nasinya juga wangi. Sampai-sampai semua penasaran, apa nama beras yang dipakai. Rupanya pucuk dicinta ulam tiba. Pemasok beras warung tersebut kebetulan datang. Beras yang enak itu jenisnya “Kuku Balam”, dengan merek “Jeruk Madu”. Di Jawa rasanya tidak ada jenis ini.

Image hosting by Photobucket Gambar kiri: Sop buntut Restoran Garuda, Brastagi yang 'mantap kali' itu

Di malam kedua, saya makan malam di Restoran Garuda. Di sini, konon sop buntutnya luar biasa enak (kali ini yang promosi adalah Hamdan, DC Serdang Bedagai). Maka, saya jajal sop yang dimaksud. Eh, beneran. Uenak tenan, kata orang Surabaya. Tak heran, esok malamnya, sesaat sebelum turun ke Medan usai acara, kami datangi lagi restoran ini dan melalap menu serupa. TOP BGT, dah… 100% direkomendasikan.

Pulang ke Medan, saya habiskan dua hari tinggal di rumah, hitung-hitung ambil pengganti libur dari tugas daerah yang sebelumnya. Menu andalan my mom tak lain: rendang, rebus singkong dan pepaya, serta sambal tomat. Rrruarrr biasaaa….

Image hosting by PhotobucketDi rumah, ada kucing peliharaan yang diberi nama Drogba (diambil dari penyerang Chelsea bernomor punggung 15 asal Pantai Gading). Eh, baru ditinggal sejak lebaran, sekarang Drogba ini sudah besarnya bukan main. Tapi tetap saja kelakuan sama, makan, tidur, main. Nangkap tikus? Pikir-pikir dulu… Coba saja lihat tingkahnya di gambar sebelah, saat memain-mainkan tali tustel digital.

Selama dua hari itu juga saya juga banyak curhat dan diskusi dengan my mom dan kakak tentang pekerjaan yang ada sekarang dan tawaran-tawaran baru yang datang. Nasihat mereka lumayan berguna. Sebelum balik ke Jakarta, saya sempatkan pula ziarah ke makam Ayah di pemakaman kampung dekat mesjid. Allahummagh fir lahu warhamhu wa’afihi wa’fu ‘anhu.

Oh ya, tidak lupa saya borong bika Ambon Zulaikha (Hj. Mariani) yang di Jalan Mojopahit, plus roti bolu gulungnya. Juga brownies bikinan kenalan adik saya Iin. Sementara Teteh menitipkan oleh-oleh sirup Terong Belanda dan Kiwi, plus emping Aceh dari Kak Inur (kakak nomor dua di Banda Aceh). Wak Ipah, lain lagi. Dia buatkan bumbu pecel yang jadi andalan warungnya. “Cuma bisa kasih ini,” kata Uwak. Ck..ck..ck. Masih begitu banyak orang yang sayang dan perhatian pada saya dan keluarga. Itu harus disyukuri.

Walhasil, sesampai di rumah di Bogor, banyak orang bertanya-tanya, ini pulang tugas atau pulang cuti lebaran sih? Hahaha.... (ah)

Sunday, March 26, 2006

Cari Wangsit ke Makassar

Di tengah-tengah gundah mempertimbangkan kembali tawaran untuk tetap tinggal di kantor sekarang atau hengkang, tugas ke Makassar tetap dijalankan. Sebenarnya lebih tepat dikatakan bukan tugas, karena saya hadir sebagai peserta pelatihan ToP (Technology of Participation) yang diselenggarakan kantor Sulsel. Hitung-hitung sambil mencari “wangsit” tentang masa depan pekerjaan sendiri.

Image hosting by Photobucket
Foto-foto: Pesisir Makassar dari kamar hotel Quality menjelang malam

Tiba di sana, sedikit ada trouble. Masuk ke Hotel Quality, kok nama tidak terdaftar. Mana hari sudah petang lagi. Akhirnya, kami cabut ke Hotel Imperial Arya Duta. Eh, ada SBY sedang datang karena membuka acara Kongres HMI. Terpaksa harus melewati pemeriksaan berlapis, sebelum akhirnya mendapat kamar. Malamnya, baru ketahuan, kalau Hotel Quality-lah yang salah memasukkan tanggal booking menjadi sebulan ke depan. Pantas saja nama yang sudah dipesan tidak muncul di layar mereka. Merasa bersalah, pihak hotel sampai merasa perlu mengutus orang meminta maaf. Kasihan juga. Tapi bagaimana ya, salah mereka juga sih...

Kang Dedi yang dari kantor Jawa Barat bergabung sebagai observer. Acaranya sendiri cukup lancar, meski ada kesan untuk sesi-sesi awal fasilitator kurang siap. Plus, waktu yang suka molor. Selain itu, semuanya berjalan bagus.

Image hosting by PhotobucketEmpat malam di Makassar, tiga malam di antaranya diisi dengan menyantap ikan bakar dan seafood. Malam kedua bersama kang Dedi saya makan ikan kuwek di sebuah warung di sekitar pantai Losari. Rasanya, biasa saja. Malam berikutnya, Bu Tanti mentraktir. Kang Dedi dan saya jalan bareng suaminya yang dinas di Kodam setempat. Tempat makan yang dipilih adalah Restoran Koang. Boleh juga, dan lumayan puas. Trims ya Bu Tanti...! (sambil menjura dan mengacungkan jempol). Sedangkan malam terakhir, kami menjajal menu di Restoran LaeLae yang konon sudah terkenal. Harganya lumayan murah, padahal kami pesan kuwek, kakap, dan beberapa jenis sayur sekaligus.

Ingat makan di Makassar jadi ingat di Manado. Persis, dengan perbedaan sedikit di sana sini. Tetapi pesta sea food-nya memang bolehlah diulang lagi, kalau kebetulan tugas ke sana lagi. Nyam-nyam. (ah)

Saturday, March 25, 2006

Back to Yogya

Terbang ke Yogya lagi. Senang berjumpa dengan kota yang tentram ini. Agenda: menyelenggarakan pelatihan media relation buat internal team, termasuk para distric coordinator. Sukses, setidaknya menurut peserta dan teman-teman. Bahkan belakangan peserta dari proyek lain, meminta ijin untuk menggunakan konsep dan materi pelatihan, plus teman-teman tim sebagai narasumber. Usai pelatihan hari Selasa, saya masih harus terus di Yogya, mengurusi media program untuk konferensi jaringan pengawas pengadaan barang dan jasa.

Image hosting by Photobucket

foto bareng Ken Wheeler, konsultan
komunikasi dari Virginia, AS, yang ikut jadi observer


Kalau ada yang kurang, barangkali ya soal makan. Mungkin karena dibebani tanggung jawab pelatihan, dan sekaligus memonitoring kegiatan media relation untuk konferensi, sejak Minggu hingga Kamis kegiatan makan tidak sungguh-sungguh dinikmati. Kecuali saat malam Kamis, kami rombongan kecil makan gudeg di kawasan Tugu, sambil lesehan berdiskusi tentang banyak hal. Dengan Mas Topo, sambil naik becak, kami bicara tentang pekerjaan. Lumayan bernas, meski singkat.

Image hosting by Photobucket

Beringharjo, salah satu sudut Yogya

Acara konferensinya sendiri akhirnya berjalan bagus, dan cukup mendapat perhatian media lokal serta nasional. Saya terbang kembali ke Jakarta hari Jumat. Capek. (ah)

Bebek dan Nasi Liwet

Catatan: Ini tulisan yang senantiasa dibuat sepanjang perjalanan tugas, tetapi selalu gagal diposting atas nama kata sibuk...

===

Saat tugas ke Solo, beberapa waktu lalu, saya diajak rekan-rekan untuk mencicipi bebek goreng Pak Slamet di kawasan Tipes, Solo.

Jadi, kami pun meluncur ke sana. Lumayan ramai, dan waktu dari pemesanan hingga hidangan datang cukup lama. Tetapi setelah hidangan datang, wuih, baru terasa bedanya. Lezat, garing, murah lagi. Hanya, tulangnya keras, tidak di-presto. Tetapi tak apalah, masak enggak rela kalau tulang juga nggak perlu ditelan?

Malam kedua, kami tidak sempat ke mana-mana, malah makan di ruang rapat, karena acara cukup padat. Menunya, bebek panggang tulang lunak. Yummy, tidak kalah dengan bebek goreng malam sebelumnya. Cuma, lalapannya pelit banget. Masak hanya timun dua iris. Sial…, eh, alhamdulillah…

Malam ketiga, giliran nasi liwet di Keprabon Kulon, tepatnya di Warung Nasi Liwet Bu Wongso Lemu. Konon ini katanya terkenal. Manalah aku tau? Tapi rupanya, harganya agak mahal. Kata kawan-kawan, mungkin karena kami datang bergaya turis (hehehe). Dan, lucunya, ketika menuju menuju jalan besar untuk pulang, kami bertemu dengan beberapa warung nasi liwet lain Tebak namanya? Sama, Bu Wongso Lemu! Sama atau beda pemilik? Atau itu nama generik? Ijinkan saya menjawabnya dengan kalimat: mana aku tau?


Berhubung sulit mendapat taksi ke hotel, kami akhirnya mencarter angkot. Si Mas sopir dengan baik hati mengantar hingga berhenti tepat di depan lobby. Oh, betapa percaya dirinya kami…

Malam terakhir, saya makan di sekitar Pasar Gede. Namanya sih Nasi Liwet dan Gudeg Mbak Sus. Sederhana, lesehan. Eh, lumayan murah pula.

Tiga hari di Solo, setidaknya kamus wisata kuliner saya nambah dikit. Asyik. (ah)

Friday, March 24, 2006

Dua Bulan Penuh Warna

Banyak yang terjadi dua bulan ini. Dan semuanya adalah hal-hal yang berpengaruh besar dalam hidup, rasanya begitu. Mulai dari rencana resign dari pekerjaan sekarang, yang akhirnya menimbulkan sedikit ”huru-hara”. Rame, seru. Dan setidaknya membuat hidup lebih berwarna :) ... Yang jadi korban adalah blog ini (!). Meski menulis jalan terus, tetapi postingnya itu yang tidak dilakukan setiap saat. Apa boleh buat.

Sementara itu, pekerjaan dan tugas daerah terus berjalan, seolah tak dipengaruhi oleh problem yang tengah terjadi. Bagus juga sih. Dan yang unik, setelah rencana resign awal tersebar, entah dari mana saja datangnya, ada saja tawaran bergabung bekerja. Laris manis ni yee... Termasuk, panggilan dari beberapa aplikasi yang pernah kukirim. GTZ, misalnya, sudah OK dan minta segera bergabung. Tetapi... harus segera pindah markas, dari Jakarta ke Klaten, Jawa Tengah. Mereka mengabulkan, dalam level tertentu, kenaikan gaji, yang kalau dibandingkan berarti 50% lebih besar dari gaji yang ada sekarang. Hmmmm (sembari air liur menetes....). Sekali lagi, setelah berpikir panjang, pertaruhannya memang cukup besar, terutama soal keluarga dan network di Jakarta yang sudah terjalin. Keputusannya, terpaksa ditolak. Bodoh? Bisa jadi.

So, akhirnya sementara semua kembali seperti biasa, setelah bertemu bos dan kedua belah pihak menyepakati beberapa hal. Bekerja masih di tempat sama, gaji sama (hehehe), problem yang sama. Entah perubahan apa yang dapat terjadi dalam 3, 4, atau 6 bulan ke depan, sebagaimana yang dijanjikan. Let see... dan nothing to loose saja. Dengan begitu semuanya lebih ringan terasa. (ah)